Adhi Kusumaputra/KOMPAS
Gedung-gedung tinggi di Jakarta.
SABTU, 24 OKTOBER 2009 | 08:00 WIB
JAKARTA, KOMPAS.com — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, informasi yang beredar melalui SMS bahwa akan terjadi gempa bumi dengan kekuatan 8-8,5 SR pada hari Sabtu (24/10) di Jakarta karena adanya pergerakan lempeng ke arah Jakarta adalah tidak benar. Selama ini, BMKG juga belum pernah mengeluarkan prediksi semacam itu.
"Berita itu tidak benar, dan BMKG tidak pernah membuat berita seperti itu. Berita itu hanya isu dan membohongi masyarakat karena isu tidak mempunyai dasar ilmiah yang jelas. Perlu diketahui bahwa sampai saat ini gempa bumi tektonik belum bisa diprediksi secara ilmiah dengan baik. Bila gempa memang dapat diprediksi maka Gempa Tasikmalaya dan Gempa Sumbar semestinya sudah terprediksi sebelum terjadi, tetapi ternyata tidak. Dari sekian kali isu akan terjadi gempa, tidak satu pun yang terbukti. Oleh karenanya, isu-isu selanjutnya tidak perlu dihiraukan," demikian pernyataan resmi dari BMKG yang dikeluarkan Dr Sri Woro B Harijono, MSc, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika dalam situs resmi BMKG.
BMKG menyatakan, prediksi gempa bumi masih dalam taraf penelitian. Parameter prediksi adalah lokasi, besarnya, dan waktunya. Perkiraan lokasi dan besarnya gempa dapat saja dilakukan, tetapi tantangan yang paling sulit adalah menjawab kapan gempa tersebut terjadi.
Prediksi gempa baru bisa dilakukan berdasarkan sejarah gempa dengan dihitung probabilitasnya. Berdasarkan monitoring tanda-tanda pendahuluan (precursor) gempa bumi besar, secara fisika bisa kita ungkapkan bahwa apabila materi mengalami stres maka beberapa sifat materi tersebut mengalami perubahan yang dapat dimonitor, seperti kepadatan, kandungan air, kandungan elektron, sifat kemagnetan, dan sifat radio aktif.
Di daerah pertemuan lempeng tektonik terjadi akumulasi stres akibat tekanan pergerakan lempeng tektonik. Maka, bisa dilakukan monitoring perubahan gravitasi, elektron, kemagnetan, tinggi air tanah, radon (radio aktif), seismik, dan lain-lain.
Sampai saat ini yang dapat dibuktikan adalah, setelah gempa besar maka hasil monitoring sebelum terjadi gempa dikaji lagi. Hasilnya memang ada beberapa tanda yang menunjukkan gejala anomali tertentu. Namun, belum dapat disimpulkan bahwa tanda tersebut menandakan gempa akan terjadi karena tanda tersebut sering juga muncul tanda tanpa disertai adanya gempa besar. Hal ini membuktikan bahwa prediksi gempa belum konsisten secara ilmiah dan belum dapat dikatakan sebagai teknologi yang dapat dipakai.
China sudah mengoperasikan sistem prediksi gempa dengan memakai bermacam sensor, seperti global positioning system (GPS), gravitasi, magnet, radon, termasuk gejala tingkah laku binatang. Hasilnya memang beberapa kali sukses, tetapi lebih sering gagal memprediksi gempa besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar